Ini Sejarah Kedatangan Islam dan Hadirnya Pesantren di Jawa Timur, Bagian 6

- Sabtu, 4 Februari 2023 | 15:30 WIB
Ilustrasi masuknya Islam di Nusantara. (indephedia.com)
Ilustrasi masuknya Islam di Nusantara. (indephedia.com)

Nusantara62 - Pondok Pesantren sebagai lembaga bagi pendidikan dan penyebaran agama Islam lahir dan berkembang sejak permulaan kedatangan Islam di Jawa Timur.

Berikut jejak sejarah kedatangan Islam dan hadirnya pesantren di Jawa Timur, seperti ditulis Heru Sukadri dalam buku Kiai Haji Hasyim Asy’ari, Riwayat Hidup dan Pengabdiannya, diterbitkan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1985), bagian 6:

Baca Juga: Sejarah Kedatangan Islam dan Hadirnya Pesantren di Jawa Timur, Bagian 1 

Maka dari itu sudah sewajarnyalah apabila pedagang-pedagang asing berusaha mencari simpati dari masyarakat terutama raja-raja, bangsawan-bangsawan Indonesia yang pada waktu itu di samping mempunyai kekuasaan politik juga memegang peranan dalam dunia perdagangan.

Raja-raja dan golongan bangsawan sering kali menjadi pemilik saham-saham dan kapal-kapal yang memberi mereka keuntungan bagi-laba.

Sudah barang tentu pelaksana-pelaksananya sebagian besar adalah orang-orang dari golongan bawah atau non-elite.

Baca Juga: Bendung Lama Pamarayan, Cagar Budaya di Serang Banten, Bendungan yang Memiliki Catatan Menarik

Mereka itulah yang melakukan perdagangan dengan mengunjungi kota-kota dagang.

Merekalah yang kemudian bercampur dengan pedagang-pedagang dari negeri-negeri lain atau dengan para pedagang muslim.

Para pedagang golongan bawah yang bercampur dengan pedagang-pedagang muslim itu lambat-laun akan menerima agama Islam, yang kemudian mempengaruhi sanak keluarganya untuk memeluk agama tersebut.

Baca Juga: Sejarah Jawa Barat, Takut Pengaruh Islam, Kerajaan Sunda Pilih Ikut Portugis, Akhirnya Diruntuhkan Fatahillah

Meskipun demikian, penerimaan Islam melalui golongan raja-raja atau bangsawan itu rupanya memungkinkan proses islamisasi lebih cepat daripada melalui golongan bawahan.

Hal itu disebabkan oleh karena pada waktu itu di dalam masyarakat berlaku nilai budaya yang terlampau banyak berorientasi vertical terhadap tokoh-tokoh atasan dan senior.

sehingga segala perkataan atau perbuatan golongan atasan atau golongan senior selalu dipatuhi atau ditiru oleh golongan bawahan.

Halaman:

Editor: Y Fernando Hamonangan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X