Cerita Rakyat NTT, Kisah Leil Ninn Hat Siing, Petaka Bagi Penculik di Pantai Akle, Bagian 5 Tamat

- Rabu, 1 Februari 2023 | 19:15 WIB
Ilustrasi penculikan, cerita rakyat NTT, Kisah Leil Ninn Hat Siing. (Liputan6)
Ilustrasi penculikan, cerita rakyat NTT, Kisah Leil Ninn Hat Siing. (Liputan6)

Nusantara62.com - Ini lanjutan Cerita rakyat Nusa Tenggara Timur atau NTT, Kisah Leil Ninn Hat Siing, asal mula bukit dan batu asah di pantai akle.

Cerita rakyat Nusa Tenggara Timur atau NTT Kisah Leil Ninn Hat Siing  dikutip Nusantara62 dari buku Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1982).

Berikut cerita rakyat Nusa Tenggara Timut atau NTT, Kisah Leil Ninn Hat Siing, bagian 5:

Baca Juga: Cerita Rakyat NTT, Kisah Leil Ninn Hat Siing, Petaka Bagi Penculik di Pantai Akle, Bagian 2 

Orang Butun itu menangis. Mereka hendak kembali ke darat untuk meminta ampun kepada ibu dan bapak Hat Siing, akan tetapi kaki-kaki mereka sudah melekat keras sekali dengan perahu sehingga tidak dapat bergerak sedikit pun dari tempat mereka masing-masing.

Hanya Hat Siing yang tidak melekat kakinya. Sewaktu dilihat oleh bapak Hat Siing bahwa kedua tanjung itu sudah bersatu, ia membungkuk sambil mengunus parangnya dan mencungkil segumpal tanah.

Sambil berlari ke pantai akle dengan segumpal tanah di tangannya ia berseru Yang berkuasa beri susu dan makan kepada Hat Siing dan kepada orang Butun yang melarikan anakku dihukum.

Baca Juga: Cerita Rakyat Jawa Timur, Dongeng Asal Mula Banyuwangi, Petaka Fitnah Keji Raja Tamak

Tanah yang segumpal itu dilemparkan kepada perahu yang layarnya sedang berkembang siap untuk berangkat tetapi tidak dapat bergerak itu, segera berubah menjadi sebuah bukit tanah yang putih warnanya.

Kini bukit itu masih berada di depan pantai akle.

Hat Siing sendirilah yang kembali. Ayahnya dapat mengambil Hat Siing untuk dibawa pulang ke rumah. Di rumah daun pintu rumahnya dicabut dan dibawa ke kebunnya.

Baca Juga: Cerita Rakyat Sumatera Utara, Dongeng Asal Mula Sagu, Kisah Gadis Cantik Rela Mati Agar Kelaparan Lenyap

Tetapi entah bagaimana ia sudah sampai pada tepi sebuah lapangan jalan menuju Nao.

Daun pintu itu dicampakkan ke tanah, pecah menjadi dua, kemudian berubah menjadi dua batu ceper dan rata.

Halaman:

Editor: Y Fernando Hamonangan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X